Sejarah mempunyai 1001 bukti, banyak tokoh dunia sukses bukan karena mereka tidak pernah mengalami hambatan/kegagalan. Seperti yang dialami Elvis Presley seorang bintang film dan penyanyi legendaris Amerika pernah menerima nilai C dan dianggap tidak bisa bernyanyi oleh gurunya saat ia duduk di L.C.Humes High School di Memphis namun ia tetap bertekad untuk mengembangkan kemampuan menyanyi dan aktingnya. Micheal Jordan pernah di tolak saat ingin bergabung dengan klub basket di sekolahnya. Ada lagi Henry Ford yang pernah mengalami kebangkrutan sebanyak 2 kali dalam kurun 3 tahun saat membangun bisnis dibidang otomotif. Dan banyak kisah-kisah sukses yang dapat kita ambil hikmahnya yang semuanya berawal dari hambatan yang dihadapi dalam mencapai tujuan.
Mungkin sebagian pegawai yang saat ini menempati posisi sebagai tenaga pemasaran di suatu perusahaan pernah dihadapkan berbagai hambatan-hambatan di dalam melakukan “closing deal” dengan prospek atau calon konsumen. Sebagai contoh kecil kita sering dihadapkan dengan ketidak-tersediaan brosur dan sales kit padahal program pemasaran untuk produk tersebut sedang digalakkan, call center yang kurang informatif, promosi produk atau program baru lebih dahulu dipublikasikan sedangkan informasi tentang ketentuan produk yang dipromosikan terlambat diterima petugas, petugas Customer Service tidak merasa sebagai marketing team dan kekakuan ketentuan yang tidak “match” dengan perubahan permintaan nasabah saat ini.
Jika kita telaah lebih dalam tentang penyebab hambatan dalam melakukan eksekusi prospek maupun nasabah bukan karena kalah dalam bersaing dengan kompetitor kita, melainkan lebih di dominir oleh permasalahan-permasalahan internal di organisasi kita. Hambatan-hambatan tersebut kemungkinan dapat terjadi di organisasi perusahaan yang besar karena hal ini menyangkut koordinasi, time lag information & delivery, prosedur pengadaan yang harus ditempuh dan berbagai permasalahan lainnya.
Kata-kata bijakpun sangat akrab diterima jika kita mengalami hambatan mengeksekusi prospek akibat hal-hal diluar kemampuan kita. Biasanya kata-kata yang sering dilontarkan dari atasan maupun rekan kerja diantaranya “pengalaman adalah guru yang paling berharga dan cobalah dengan cara lain”.
Namun yang lebih penting dari rentetan hambatan tersebut adalah cara merespon, berfikir positif dan bertindak atas akar penyebab hambatan tersebut”. Mungkin pada tingkat Kantor Pusat sebagai penentu kebijakan, hal tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan jika dibiarkan hambatan-hambatan tersebut dapat menyebabkan ‘demotivasi’ pegawai (khususnya tenaga pemasaran dan front liner) karena mereka dituntut untuk mencapai target yang telah ditetapkan sementara sarana untuk mencapai target tidak tersedia.
Namun sebagai pegawai ditingkat operasional jikalau terus mempermasalahkan kodisi “hambatan-hambatan” tersebut maka yang didapat bukanlah semangat optimisme dalam bekerja namun lebih merembet kepada keluhan-keluhan yang pada akhirnya bermuara pada demotivasi. Ada tips yang dapat diimplementasikan dalam menghadapi hambatan atau permasalahan dalam bekerja agar optimisme tetap terjaga melalui penerapan konsep The SABLENG Employee yang tidak mengenal putus asa (never give up).
The SABLENG Employee merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang ingin penulis sharing kepada rekan-rekan pegawai yang sering menghadapi berbagai hambatan dalam melakukan “closing deal” dengan prospek. Konsep SABLENG Employee tersebut bukan berarti seluruh pegawai harus bekerja secara “SABLENG” layaknya si Wiro sang pendekar dengan gaya silat yang amburadul melainkan SABLENG merupakan singkatan dari Spirit (bersemangat), Anticipation (antisipasi), Bargaining (kemampuan bernegosiasi), Lowliness (rendah hati), Eagerness (kemauan), Network & teamwork (jaringan dan bekerjasama) dan Gainer (berjiwa pemenang). Adapun penjabaran dari SABLENG adalah sebagai berikut :
1. Spirit (Bersemangat)
Spirit merupakan modal utama pegawai dalam menjalankan tugas. Jika kita kehilangan semangat bekerja dapat dipastikan hasil pekerjaan tidak akan maksimal dan yang terjadi malah asal-asalan bagaikan pepatah “hidup segan mati tak mau”.
Pegawai yang memiliki “spirit” tinggi sangat terlihat dengan cara berfikir serta menyikapi suatu permasalahan yang dihadapi. Sifat optimis dan “positif thinking” selalu dikedepankan dalam menerima tantangan (dhi.target) dan menyadari bahwa hasil pekerjaannya dapat bermanfaat bagi perusahaan khususnya Cabang.
Sifat pegawai yang memiliki spirit yang tinggi terlihat dari cara memandang “hambatan” sebagai pengalaman berharga dan sebagai kesuksesan yang tertunda. Contoh kecil saja, tidak dapat kita pungkiri bahwa jika terjadi perubahan pimpinan Cabang dengan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan periode sebelumnya, sedikitnya akan membawa pengaruh terhadap semangat kerja. The Spirit employee selalu dapat menjaga semangat atas perubahan gaya kepemimpinan yang terjadi di unitnya. Ia menyadari bahwa ia bekerja untuk perusahaan dan ia tetap pada komitmen untuk meningkatkan kinerja Cabang. The spirit employee memandang bahwa seorang pemimpin Cabang merupakan arsitek yang mengarahkan dan mengambil kebijakan untuk meningkatkan kinerja Cabang. Namun yang perlu dipahami dan dapat memperkaya pengalaman kita adalah perubahan cara menyikapi, melayani serta memanage gaya kepemimimpinan pemimpin tersebut .
Jiwa profesionalisme dan berkomitmen untuk selalu belajar dalam rangka meningkatkan kompetensi untuk meraih hasil yang terbaik merupakan cermin dari pegawai yang bersemangat.
2. Anticipation (Antisipasi)
Kaitannya dengan tenaga penjualan maupun tenaga front liner, antisipasi merupakan suatu hal yang tidak boleh dikesampingkan. Bagi tenaga front liner khususnya tenaga customer service perbankan, mengantisipasi nasabah yang ingin menutup rekening sampai nasabah membatalkan untuk menutup rekening tidak hanya menguntungkan bagi Cabang tetapi usaha antisipasi tersebut juga termasuk dalam penilaian kinerja pelayanan Cabang.
Sedangkan bagi petugas penjualan, penerapan customer relationship management (CRM) merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi nasabah untuk berpindah ke bank pesaing. Media silaturahmi dengan nasabah sangat cocok diterapkan di daerah sehingga dapat terjalin komunikasi dengan baik dan dapat meningkatkan ikatan psikologis antara Bank dengan nasabah.
Antisipasipun tidak hanya ditujukan bagi tenaga penjualan maupun customer service saja, sikap antisipasipun dapat dimanfaatkan bagi seluruh pegawai dalam rangka menghindari hambatan pada pekerjaan kembali terjadi. Sifat selalu mengevaluasi diri atas faktor-faktor penyebab dari permasalahan pekerjaan dapat menciptakan hasil pekerjaan yang mengarah kesempurnaan.
3. Bargaining (kemampuan bernegosiasi)
Kemampuan bernegosiasi dan berkomunikasi wajib dimiliki oleh tenaga front liner ataupun tenaga penjualan. Karena fungsi dari tenaga customer service meliputi melakukan handling komplain, memberikan informasi produk, cross selling sampai negosiasi yang mengarah terjadinya closing deal dengan prospek atau nasabah. Kemampuan pegawai untuk bernegosiasi dengan prospek maupun nasabah merupakan modal untuk mencapai tujuan.
Faktor-faktor pendukung dalam bernegosiasi dengan prospek tidak hanya berupa dari sisi kelengkapan brosur yang telah tersedia namun pemberian kewenangan dalam hal memutus berkaitan dengan tarif. Terkadang faktor-faktor inilah yang selalu datang menjadi hambatan bagi tenaga penjualan / customer service. Walaupun demikian bagi pegawai yang memiliki sifat SABLENG selalu mengedepankan personal touch, pintar menjelaskan produk serta dapat meyakinkan prospek saat bernegosiasi.
4. Lowliness (Rendah hati)
Sebagai salah satu upaya untuk membina hubungan baik yang dapat menjadi magnet pengaruh dilingkungannya adalah rendah hati (lowliness). Pegawai yang memiliki jiwa yang rendah hati tidak menonjolkan diri baik secara keahlian maupun pengetahuan namun ia lebih mengedepankan sharing dan membantu untuk meringankan pekejaan rekan-rekannya.Terkadang jika kita menerima pujian dari rekan-rekan atas hasil yang telah dicapainya namun terkadang dalam merespon pujian tersebut kita sering lupa dan terjebak ke dalam rasa kesombongan. The lowliness employee selalu berupaya menjaga agar tidak terjebak dalam rasa kesombongan dengan melakukan introspeksi diri dan memegang prinsip “jika anda telah sukses maka anda harus ingat saat anda mengalami kegagalan” dan “jika saat ini anda sibuk dengan pekerjaan anda maka anda harus ingat saat anda lagi tidak disibukkan oleh pekerjaan”.Sehingga jika anda ingin menjadi seorang “The SABLENG” employee, maka sikap rendah hati dan selalu berdoa kepada Tuhan YME merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian.
5. Eagerness (Kemauan)
Sebaik-baiknya strategi dan marketing plan, tehnik negosiasi dan Visi-Misi yang telah ditetapkan tanpa diiringi dengan kemauan pegawai untuk melaksanakannya, dapat dipastikan hasilnya yidak akan optimal. Jika pegawai yang tidak memiliki kemauan dapat diibaratkan sebagai kerbau yang malas untuk diajak bekerja membajak sawah seperti halnya pepatah yang mengatakan “Hidup segan-mati-pun tak mau”.
Kemauan untuk bekerja yang berorientasi terhadap hasil yang lebih baik merupakan modal utama untuk mencapai tujuan. Eagerness sangat erat hubungannya dengan motivasi sehingga untuk menggerakkannya tidak harus melalui kekuasaan untuk memaksa (coercive power) maupun punishment tetapi juga dengan pemberian stimulus berupa reward.
The SABLENG employee dalam melaksanakan pekerjaannya selalu mengedepankan keikhlasan dan memandang segala sesuatu sebagai ibadah. Pegawai yang memiliki kemauan sangat menyadari bahwa bahwa hasil pekerjaanya akan dihargai oleh perusahaan. Ia akan memandang terhadap atasannya bahwa “Your wish is my command” (harapan anda adalah perintah untuk saya) sehingga ia akan selalu “mau” untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan system yang ada.
6. Network & Teamwork (jaringan & berkerjasama)
Saat ini perusahaan yang dapat memenangkan persaingan adalah perusahaan yang dapat mengetahui serta menguasai informasi secara cepat. Adapun cara untuk mengetahui informasi secara cepat tidak hanya berasal dari informasi-informasi yang dituangkan dalam media cetak maupun elektronik melainkan juga berasal dari orang-orang disekitarnya. Maka membina serta mengembangkan hubungan baik dengan orang-orang (network) merupakan cara yang efektif untuk mengetahui informasi secara cepat.
Bagi tenaga penjualan Cabang, informasi sangat dibutuhkan dalam upaya mencari prospek dan potensi. Upaya tersebut juga harus didukung oleh semua pihak baik dari pegawai BNI, nasabah maupun masyarakat. Pada dasarnya, satu unit kerja di Cabang dalam hal menyelesaikan pekerjaanya sangat bergantung pada unit lain. Maka mereka harus bekerjasama dan bersinergi untuk menghasilkan tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Orang yang memiliki jiwa SABLENG sangat menyadari bahwa hasil dari pekerjaanya akan mempengaruhi kinerja serta penilaian PKPP untuk seluruh pegawai yang ada di Cabang sehingga untuk mencapainya harus melibatkan seluruh pegawai.
Membina hubungan saling percaya, berpola fikir menang-menang (win-win), membangun komunikasi yang efektif dan selalu menghargai adanya perbedaan dengan sesama pegawai di unit maupun antar unit merupakan dasar yang dipakai oleh pegawai yang melaksanakan prinsip Network dan Teamwork.
Sehubungan dangan hal itu, salah satu ciri pegawai yang memiliki sifat SABLENG didalam prakteknya akan melibatkan semua unit di Cabang, nasabah sampai keluarga dirumahpun diarahkan sebagai marketing tim dalam pencarian informasi prospek.
7. Gainer (berjiwa pemenang)
Salah satu sifat the SABLENG employee, memiliki jiwa selalu mencari akal untuk menjadi pemenang atau “Nothing to lose” dan tidak mengenal putus asa (never give up) jika dalam menawarkan produk perbankan mendapatkan hambatan. Prinsip yang selalu dipegang teguh oleh seorang “Gainer” dalam menghadapi ketidak-pastian maupun hambatan saat bernegosiasi dengan prospek adalah prinsip Muhapa yaitu Mungkin Bisa, Harus Bisa dan Pasti Bisa.
Gainer employee selalu menyadari dan memperkaya pengalaman dari pelajaran atas perubahan yang terjadi disekitarnya. Mereka akan menyesuaikan diri atas perubahan yang terjadi saat berhadapan dengan prospek melalui sikap respons terhadap apa yang ia lihat, apa yang harus ia lakukan dan hasil yang harus diperoleh (See, Do, Get). Gainer employee akan selalu berupaya untuk meningkatkan customer value melalui pemenuhan kebutuhan nasabah (fulfillment customer need).
Sikap kreatif dan inovatif sering ditunjukkan sebagai upaya menyikapi keterbatasan yang ada dalam hal melakukan closing deal. Orang yang memiliki jiwa gainer juga berupaya untuk menawarkan produk perbankan dilakukan dengan cara yang berbeda meskipun harus mem”pleset”kan fungsi-dari produk perbankan tersebut.Kita mengetahui bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna (No body’s perfect), minimal The SABLENG employee menjadi inspirasi maupun referensi rekan-rekan untuk menjadi pegawai yang berdedikasi tinggi, penuh semangat dan tidak mengenal putus asa (never give up). Is better late then never, diharapkan tulisan ini dapat merubah cara pandang kita semua dan mulailah melakukan perubahan di awali dari hal-hal yang kecil, mulai saat ini dan mulailah dari diri kita sendiri. Maka dengan demikian, visi-misi perusahaan yang telah ditetapkan manajemen, kita harus dapat menjaga serta mencapainya. Karena dengan hal tersebut kita dapat mempertahankan akan eksistensi perusahaan di masa yang akan datang. Be The SABLENG Employee, improve yourself and do not wait!!!